Mataram (Mahasiswareborn.com) —Sejumlah nama tokoh yang berasal dari Lombok Tengah mengemuka untuk maju menjadi calon Gubernur NTB pada Pilkada 2024.
Sebut saja, Eks Dubes Indonesia untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal; Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri yang juga Ketua DPD Partai Gerindra NTB.
Mantan Bupati Lombok Tengah dua periode Suhaili FT; Penjabat Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi; dan Ketua DPW PKB NTB Lalu Hadrian Irfani.
Penggagas Poros Tengah Dian Sandi Utama diskusi terbuka bersama Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 Bambang Mei Finarwanto dan Ketua Relawan Gita Rohmi (RGR) Lalu Atharifatullah, Kamis (4/4/2024) di Pendopo Pengadang, Lombok Tengah.
“Poros tengah ingin menyuguhkan menu baru untuk Pilgub NTB 2024,” kata Dian Sandi.
Selanjutnya Dian Sandi melihat lima figur ini punya kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan yang patut diperhitungkan dalam kontestasi Pilgub NTB 2024.
“Ini membuktikan bahwa mereka siap menjadi penantang utama, bukan menjadi alternatif,” ucap DSU, sapaan karibnya, Kamis (4/4)
DSU menilai kehadiran banyak tokoh Lombok Tengah di peta Pilgub NTB menunjukkan aspirasi kuat masyarakat.
Selain yang pada dasarnya masing-masing tokoh ini memiliki rekam jejak leadership.
Lalu Iqbal punya jejak di level internasional sebagai duta besar yang notabene representasi kepala negara dan kepala pemerintahan Indonesia di negara lain.
Kemudian Fathul Bahri yang sudah teruji di berbagai kontestasi elektoral dengan keberhasilannya meraih kursi Pemilu DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, hingga kepala daerah.
Begitu juga dengan Suhaili, politisi senior di NTB yang selama dua periode memimpin Lombok Tengah sebagai bupati.
Pun demikian Lalu Gita Ariadi, birokrat tulen, yang meniti karir ASN dari bawah hingga akhirnya menjadi Sekda dan ditunjuk menjadi Pj Gubernur NTB.
“Meskipun (Gita) belum pernah ada pernyataan resmi tetapi gesturnya menunjukkan ada keinginan untuk maju,” kata DSU.
Di sisi lain, Lalu Hadrian Irfani belakangan mengemuka berkat kepiawaiannya menahkodai PKB NTB pada Pemilu 2024.
Partai besutan Muhaimin Iskandar itu mendapatkan dua kursi DPR RI dari Dapil NTB I dan NTB II.
“Dalam satu kesempatan beliau menyatakan siap maju apabila diberi perintah oleh partai,” bebernya.
DSU tidak sepakat soal premis bahwa banyaknya calon dari Lombok Tengah yang justru akan menggerus potensi keterpilihan calon itu sendiri.
Sebaliknya, dia melihat ini sebagai ajang bagi pemilih untuk menilai calon pemimpinnya secara lebih menyeluruh dengan berbagai pilihan-pilihan.
Meskipun pada akhirnya nanti hanya akan ada satu nama yang bakal resmi melaju hingga pendaftaran calon.
“Itu karena masyarakat Lombok Tengah sangat paham bagaimana cara untuk bermufakat,” ucapnya.
Lalu Athar mengemukakan, RGR hadir sebagai simbol keinginan akar rumput.
Gita, kata dia, yang kini menjabat Pj Gubernur NTB memang sudah waktunya untuk ikut berkonsentrasi.
“Kami menangkap aspirasi yang merupakan buah dari kinerja Lalu Gita selama menjabat, sejak awal karirnya sebagai birokrat,” bebernya.
Menurutnya, Gita punya keunggulan dari sisi penguasaan teritori sehingga punya modal sosial yang lebih dari cukup.
Posisinya sebagai Pj Gubernur pun membuat Gita banyak berkomunikasi dengan elite partai sehingga punya modal politik.
“Lalu Gita salah satu yang patut diperhitungkan karena punya semua modal yang dibutuhkan untuk maju menjadi calon Gubernur,” kata Athar.
Pilgub yang Kompetitif
Bambang Mei mengutarakan bahwa Poros Tengah, Relawan RGR, maupun Pendopo Pengadang adalah pengejawantahan tentang bagaimana Pilkada itu seharusnya berjalan.
Masyarakat atau pemilih perlu disodorkan dengan berbagai pilihan.
“Mi6 mendorong semakin banyak calon yang maju. Suksesi kepemimpinan itu sudah seharusnya kompetitif,” bebernya.
Didu, sapaan karibnya, menyebut kontestasi Pilkada yang kompetitif dapat melahirkan kepemimpinan yang kuat.
Selain itu, Pilgub NTB 2024 merupakan arena terbuka bagi semua kontestan. Status incumbent tidak lagi menjadi faktor dominan dalam elektabilitas.
Mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah maupun mantan Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah -entah berpasangan lagi atau pisah jalan- bakal punya lawan yang setara.
“Semua calon akan punya kesempatan dan peluang yang sama. Kita perlu belajar dari Pileg tentang bagaimana cara modal politik, sosial, dan finansial dikonversi menjadi suara,” jelasnya.
Melihat dinamika kekinian, Didu menilai perlunya strategi dan treatment terhadap pemilih. Terutama, tentang memaksimalkan mesin partai koalisi pengusung ataupun meraih manfaat optimal dari kapasitas personal calon itu sendiri.
“Figur calon adalah satu hal tetapi partai juga punya sumber daya yang kuat untuk bisa menjangkau berbagai target elektoral,” tutupnya.**