Jakarta – Merasa tidak puas hanya dengan melapor ke Kementerian ATR, ketua LSM Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS) Abdul Hatap mendatangi Komisi Yudisial (KY) guna melaporkan kinerja hakim Pengadilan Negeri Sumbawa atas ketimpangan putusan terhadap kasus perdata tanah antara Ali BD dan Sri Marjuni Gaeta, Senin 21 Oktober 2024.
Bagaimana tidak, majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa tidak satu pun mengindahkan fakta-fakta yang diajukan oleh pihak tergugat (Sri Marjuni Gaeta pada saat persidangan berlangsung. Hal ini menimbulkan persepsi negatif terhadap kinerja majelis hakim PN Sumbawa dalam menegakkan keadilan.
Lantas kepada siapa lagi rakyat menghamba keadilan, bila mana kinerja dan integritasnya tidak mencerminkan rasa keadilan. Hakim adalah wakil tuhan yang seharusnya memberi dan menegakakan hukum di atas kepentingan.
Menurutnya, meski sudah ada badan Cyber Mafia Tanah, ternyata tidak mengurangi derasnya keserakahan seseorang terhadap tanah milik orang lain. Inilah yang terjadi di dalam penyimpangan sertifikat tanah nomor 507 dan sertifikat tanah 511 tahun 1983 atas nama Sangka Suci dengan luas 100.000 m2 atau 10 hektar.
Hatap sapaan akrabnya menjelaskan bahwa, sumber terjadinya permasalahan terhadap sertifikat lainya dimulai dari SHM 1180,SU:627/02 luas 23.110 m2 atas nama Sri Marjuni Gaeta. Selanjutnaya SHM 1181, SU: 583/02 luas 19.110 m2 atas nama Syaifuddin, SHM 1178, SU:544/02 luas 18.890 m2 atas nama Alimuddin, SHM 1179, SU:529/02 luas 16.425 m2 atas nama Alimuddin, SHM 1184, SU:641/02 luas 9.795 m2 atas nama Supardi, SHM 1188, SU:547/02, luas 9795 m2, dan terakhir SHM YG 1949, SU: 50/10 dengan luas 33.223 m2 atas nama Suraji.
Permasalahan dimulai muncul sejak Ali bin Dahlan atau dikenal dengan Ali BD yang telah mengklaim sertifikat tanah nomor 507 dan buku tanah nomor 511 atas nama Sangka Suci yang berada di lokasi yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dengan nomor SHM 1180, 1181, 1178, 1179, 1184, 1188 dan 1949.
Lanjut Hatap, dari berita acara hasil rekonstruksi pengembalian batas – batas tanah dan titik koordinat yang dipublikasikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumbawa yaitu SHM Nomor 1180 atas nama Sri Marjuni Gaeta tersebut menunjukkan batas sebelah utara berbatasan dengan tanah negara dan sebelah barat berbatasan dengan laut. Selanjutnya SHM 1181 atas nama Syaifuddin menunjukkan sebelah utara berbatasan dengan gang atau tanah milik Sri Marjuni Gaeta dan sebelah barat berbatasan dengan laut.
Uniknya penjelasan Bon Kabupaten Sumbawa, bahwa buku tanah nomor 507 dan buku tanah nomor 511 atas nama SANGKA SUCI tersebut, tidak ditemukan Warkah dan titik kordinatnya.
Bahkan peninjauan fakta lapangan terhadap batas-batas tanah, dan dipadukan dengan buku tanah nomor 507 menunjukkan batasnya sebelah utara berbatasan dengan laut dan buku tanah nomor 511 menunjukkan batasnya sebelah utara berbatasan dengan laut.
“Kami minta Kementerian ATR/BPN RI agar segera melakukan rekonstruksi pengembalian batas tanah atas sertifikat 507 dan 511 untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah khusus BPN Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB,” ujar Ketua Umum FPPK-PS Sumbawa Abdul Hatap usai membuat laporan pengaduan di Komisi Yudisial di Jakarta.
Selama ini FPPK-PS selalu konsisten dalam mengawal kasus-kasus pertanahan di NTB bersama Integritas Transformasi Kebijakan.
Hatap menduga ada oknum mafia tanah bermain di dalam tubuh ATR/BPN Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya yang berada di Kabupaten Sumbawa.
“Kami minta Kementerian ATR/BPN mampu menciptakan asas keadilan, jujur, akuntabel, konsisten, profesional dan komitmen untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat yang memiliki hak secara hukum berdasarkan UUD 1945,” tandasnya.