MATARAM – LSM AMANAT akan mendatangi Polda NTB mempertanyakan laporan mereka terkait PT Unggul Sejati Indonesia (USI) yang bekerja tanpa dilengkapi dokumen di Desa Benete, Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat.
Sebelumnya, AMANAT telah melaporkan perusahaan tersebut dengan nomor laporan surat 251/P/AMANAT-KSB /VI/2024.
“PT USI terkesan acuh terhadap desakan LSM AMANAT untuk tidak beroperasi sebelum dokumen perizinan tuntas,” kata Ketua AMANAT Erry Satriyawan, SH, MH, CPCLE.
Dijelaskan bahwa ini adalah negara hukum, mestinya seluruh perusahaan yang melakukan aktivitas mentaati seluruh ketentuan yang berlaku termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP Nomor 5 Tahun 2021), perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Selanjutnya disebut perizinan berusaha berbasis risiko, yang didasarkan pada tiga tingkatan antara lain: tingkat risiko rendah, tingkat risiko menengah, tingkat risiko tinggi.
LSM AMANAT juga sebelumnya telah melakukan aksi unjuk rasa di lokasi perusahaan tersebut.
“Terlebih pasca aksi demonstrasi, kami tidak melihat komitmen PT USI yang berjanji dalam waktu 2-3 hari akan ada komitmen tertulis bahwa tidak akan melakukan aktivitas apapun sampai dengan seluruh proses perizinan tuntas,” ujarnya.
Apalagi kata Ery, terkesan PT USI mengabaikan pemerintah daerah yang sebelumnya telah disegel dan dilakukan sidak oleh tim yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP), mendatangi lokasi milik PT USI lantaran perusahaan yang dalam status tersegel karena persoalan perizinan itu diduga melaksanakan aktivitas (operasional).
“Selain itu kami menduga dalam mempermudah proses perizinan, kami menduga PT USI mencoba memberikan dokumen yang bersifat manipulasi terkait status Perusahaan yang merupakan Usaha Mikro Kecil (UMK),” katanya.
“Padahal secara modal usaha tentunya sangat tidak masuk akal apabila Perusahaan yang bergerak dalam bidang Bacthing Plant bukan berstatus Non UMK. Hal ini dilakukan dikarenakan lebih mempermudah melakukan seluruh kepengurusan Perizinan yang dibutuhkan,” lanjut Ery.
AMANAT mengatakan terkait aktivitas PT USI tersebut patut diduga telah melanggar ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan sebagaimana pada pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2009.
Dalam pasal tersebut dijelaskan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
“Tentunya fakta-fakta diatas maka patut diduga PT USI telah melakukan dugaan tindak pidana atas aktivitas produksi batching plant ilegal yang mengakibatkan kerugian negara,” ujarnya.
“Potensi penggelapan pajak dan kejahatan koorporasi serta kejahatan lingkungan di mana PT USI beroperasi tanpa mengantongi perizinan lengkap dan termasuk dugaan belum mengantongi Izin Usaha Industri,” ujarnya.
Terakhir, Ery mengatakan jangan sampai ini menjadi budaya buruk terhadap dunia investasi di Kabupaten Sumbawa Barat karana perusahaan justru mengesampingkan faktor legalitas termasuk perizinan.