Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus menyiapkan mekanisme khusus pengelolaan sampah dan limbah atribut kampanye untuk Pilkada 2024. Hal ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) Ahmad Jundi Khalifatullah.
Jundi menilai persoalan sampah dan limbah atribut kampanye nyaris dilupakan, termasuk oleh para pelaku pembuatnya. Meskipun Pasal 36 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 menyatakan kewajiban membersihkan alat peraga kampanye adalah tanggung jawab peserta pemilu, namun tidak dijelaskan rinci bagaimana pengelolaannya.
Berkaca pada Pemilu 2024, fakta mengatakan pesta demokrasi ini menyisakan ribuan ton limbah alat peraga kampanye. Hingga menjelang Pilkada 2024, belum ada data total sampah atribut kampanye di seluruh Indonesia hasil pemilu lalu, tetapi jika dihitung setiap kursi legislatif adalah untuk 15 orang (seperti yang dipaparkan beberapa pihak di media), maka setidaknya terdapat 306.930 peserta pemilu. Lalu apabila masing-masing calon membuat 10 alat peraga kampanye, paling sedikit ada tiga juta produk kampanye yang dihasilkan.
Sampah-sampah bekas kampanye itu belum dikelola dan ditangani secara memadai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempertegas bahwa volume sampah yang dihasilkan selama Pemilu 2024 diperkirakan kurang lebih 784 ribu meter kubik atau setara 392 ribu ton.
“KPU harus berbenah dan mulai sadar bahwa aktivitas ramah lingkungan, termasuk dalam urusan politik, merupakan hal wajib di masa sekarang. Pilkada 2024 mesti menjadi momentum untuk memperjelas bagaimana pengelolaan sampah atau limbah atribut kampanye,” kata Jundi dalam siaran pers KAMMI, Minggu, 28 Juli 2024.
Menurut Jundi, pemerintah tidak bisa terus-menerus menerapkan cara lama atau penanganan business as usual seperti mengumpulkan limbah atribut kampanye ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk kemudian ditimbun. Apalagi diketahui, pada 2030 tidak ada lagi pembangunan TPA. Jundi melihat perlu metode baru dalam melahirkan pemilihan yang peduli terhadap masa depan bumi.
Berdasarkan hasil kajian Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) PP KAMMI, Jundi juga mengungkapkan sudah saatnya KPU menerbitkan aturan yang membatasi penggunaan plastik berjenis polyvinyl chlorida (PVC) untuk bahan pembuatan alat peraga kampanye. Sebab, material ini masuk kategori paling sulit didaur ulang.
Kepala Bidang LHK KAMMI Aulia Furqon menambahkan peserta Pilkada 2024 harus memiliki perencanaan dan pengelolaan alat peraga kampanye yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ini penting untuk mengurangi dampak pemilihan terhadap kesehatan bumi dan manusia. Langkah tersebut dapat dimulai sejak awal.
“Mulai sejak pembuatan desain dengan bahan yang mudah didaur ulang seperti kertas daur ulang atau bahan organik serta penggunaan tinta dan bahan baku yang ramah lingkungan. Penerapan standar ini membantu pengelolaan sampah dan mendorong inovasi di industri percetakan,” katanya.
Aulia meminta masalah sampah dan limbah atribut kampanye, termasuk logistik pemilu, harus direspons serius oleh semua pihak lantaran berpengaruh pada perubahan iklim di Indonesia. Sebagai contoh, pembuatan kertas memerlukan energi signifikan, terutama dari sumber fosil yang berkontribusi pada emisi karbon. Setiap ton kertas yang diproduksi dapat menghasilkan sekitar 1 ton karbondioksida atau CO2.
“Kemudian limbah kertas ketika tidak didaur ulang dan berakhir di TPA, dapat menghasilkan metana atau CH4 sebagai gas rumah kaca. Proses dekomposisi kertas di TPA melepaskan metana 25 kali lebih kuat dari CO2 dalam efek pemanasan global. Pada Pemilu 2024, menurut laporan KLHK, ada sekitar 260 juta kertas suara yang digunakan. Banyaknya kertas suara dan materi kampanye membuat volume limbah kertas yang dihasilkan sangat besar,” ujarnya.