Oleh: Muhammad Soleh Hambali (Menko Pergerakan BEM Unram)
MATARAM – Bakal Calon Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mengeritisi Beasiswa NTB era Zulkieflimansyah, Gubernur NTB periode 2018-2023. Ia mengatakan Beasiswa NTB melanggar kewenangan dengan alasan Pemprov tidak berwewajiban menangani pendidikan sarjana maupun pasca sarjana.
Eks Dubes ini menilai seharusnya program beasiswa yang menggunakan APBD itu ada kewenangan yang dilanggar.
Sebagai sorang mahasiswa, saya ingin mencoba menelusuri sumber argumen yang menguatkan pernyataan Iqbal itu, khususnya dari sisi regulasi.
Sebenarnya saya ingin menakar pernyataan Iqbal yang menyebut tidak lagi meneruskan program Beasiswa NTB. Namun beberapa saat pasca berita heboh itu beredar, buru-buru orang yang mengaku jubirnya mengklarifikasi bahwa Lalu Iqbal bukan ingin menghapus beasiswa, namun memperbaiki pengelolaan beasiswa karena bukan menjadi kewenangan gubernur untuk mengurus beasiswa.
Benarkah bukan kewenangan Pemprov?
Jika kita menelusuri UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 13 ayat (1) kita menemukan deretan poin kewenangan daerah, dari huruf ‘a’ sampai huruf ‘p’.
Pada huruf f dijelaskan bahwa kewenangan kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah “penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.”
Tahukah Lalu Iqbal bahwa UU tersebut sekaligus mengatur Desentralisasi Pendidikan. Yaitu, pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan.
Sederhananya, pemerintah daerah baik itu provinsi maupun kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam membuat perencanaan dan keputusan sendiri terhadap bidang pendidikan di NTB. Baik itu dengan menggunakan anggaran APBD atau sumber lainnya non-APBD seperti sumbangan filantropis, CSR dan beasiswa lainnya tanpa membebankan APBD.
Tentu saja hal tersebut sudah dilakukan Zulkieflimansyah. Pada awalnya beasiswa menggunakan CSR. Namun animo masyarakat mengandrungi beasiswa membuat dana CSR sangat terbatas. Sehingga disepakati untuk melanjutkan program dengan menggunakan resources daerah.
Animo masyarakat bisa diukur dari jumlah penerima beasiswa. Untuk Beasiswa NTB umum sebanyak 730 penerima, Beasiswa NTB Stimulan 2.969 dan Beasiswa Miskin Beprestasi sebanyak 702. Jika ditotal mencapai 4.401 (sumber:beasiswa.ntbprov.go.id).
Diwajibkan Undang-Undang
8 Tahun setelah UU Pemda diundangkan, lahirlah UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam Pasal 76 ayat (1) dijelaskan bahwa:
“Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.”
Pasal tersebut kembali dipertegas dengan ayat (2) yang menyebut:
“Pemenuhan hak mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberikan:”
- beasiswa kepada mahasiswa berprestasi;
- bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan; dan/atau
- pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
Perlu Lalu Iqbal catat bahwa frasa pasal tersebut menegaskan “Berkewajiban” untuk memberikan beasiswa. So, masih bicara tidak ada kewenangan Pemprov, jika regulasi pun mengatur frasa WAJIB kepada Pemda.
Untuk menjalankan UU tersebut, maka diperkuat juga dengan kehadiran PERGUB NTB Nomor 5 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pemberian Beasiswa.
Pergub tersebut tentu saja merupakan stufenbau teory dari Hans Kelsen yang menegaskan sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang, bahwa norma hukum yang paling rendah harus berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, begitu seterusnya.
Masih banyak sekali aturan hukum yang mengatur legalitas Pemda dalam memberikan beasiswa bagi pelajar, yang tentunya akan sangat panjang dan membosankan untuk diulas di ruang berita yang durasi pembaca berita internet hanya mampu bertahan empat menit, selebihnya akan membosankan.
Namun jika sang jubir Iqbal tetap kekeh meminta regulasi lagi, silahkan baca lagi regulasi di bawah ini tanpa harus banyak berkicau di kedai kopi tanpa solusi.
Bisa membaca PP 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Bisa membaca PP 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan. Perda 4 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Pendidikan. Dan masih banyak lagi regulasi yang ada.
Bukan Barang Baru
Mungkin Pak Iqbal terlalu lama di Turki sehingga lupa banyak provinsi di Indonesia sejak lama menggunakan dana APBD untuk pelajar, bahkan untuk beasiswa ke luar negeri.
Coba lihat Pemprov Riau menyalurkan 372,29 miliar dari APBD untuk beasiswa. Ada juga Papua yang mengirimkan pelajar ke luar negeri dengan APBD. Ada Jabar, Kepri, Babel, Riau, Kaltim, Sulbar, Jambi.
Jangan mengaku “Dari Dunia untuk NTB” jika beasiswa untuk NTB ke dunia saja harus dibuat sejelimet itu.
Jika Pemprov menyalahi kewenangan, tentu saja aparat penegak hukum tidak akan diam saja. Tentu saja BPK, BPKP tidak akan tidur saja.
Pak Iqbal seharusnya menawarkan gagasan untuk NTB alih-alih mengeritiki kerja lawan politik bapak yang belum tentu mampu bapak kerjakan. Sejauh ini saya belum mendengar apa gagasan bapak yang baru untuk NTB. Berapa pelajar NTB yang bapak kirim ke luar negeri selama menjabat Dubes yang memiliki relasi dunia yang begitu luas?
Bapak ingin dana APBD ke SMA/SMK untuk sektor apa? Biaya sekolah? Kan sekolah gratis untuk masyarakat. Untuk memperbaiki kompetensi sekolah? Kan menggunakan kurikulum nasional.
Pak Iqbal harus memilah-milah berguru pada profesor. Apalagi yang rekam jejaknya layaknya pedagang obat. Sehingga tidak mudah menerima disinformasi maupun misinformasi. Jika asal serap aja tanpa cek and ricek, pantaskah bapak Nyagub?