Ketua Kopri PKC PMII Bali Nusra: NTB Darurat Kekerasan dan Perundungan?

Lina Komalasari Ketua KOPRI PKC PMII Bali Nusra

MATARAM – Belum lama ini, Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dihebohkan dengan video perkelahian dua orang siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang baru duduk di bangku kelas 5 hingga bocor. Belakangan diketahui bahwa peristiwa yang mencoreng nama baik daerah itu terjadi di Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur.

Karena viral, maka sontak video berdurasi 43 detik yang mempertontonkan seorang siswa memukul temanya dengan disaksikan sekelompok siswa lainya itu menjadi perhatian semua pihak, termaksuk Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) PKC PMII Bali Nusa Tenggara.

“Hal ini merupakan satu dari sekian banyak kasus yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat terkait masalah kekerasan dan perundungan, ini adalah masalah yang tidak ada habisnya,”Kata Lina Komalasari, Ketua Kopri PKC PMII Bali Nusra, Rabu (3/4/2024).

Lina mengatakan, bahwa Tingginya angka kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan adalah persoalan serius yang harus dibenahi. Apa yang disaksikan di media sosial tersebut, Lanjut Lina, Sejatinya merupakan salah satu bentuk bullying yang terjadi di ranah pendidikan.

“Saya khawatir bahwa kejadian tersebut laksana fenomena gunung es dimana yang muncul dan mencuat ke ruang publik hanya sedikit dan diduga masih banyak kasus lain yang hingga kini belum terekspos,”terangnya.

Lebih Lanjut Lina, Setelah mencuatnya kasus bullying di dunia pendidikan dasar tersebut, lalu what next? Ini menjadi pertanyaan penting karena biasanya ketika sebuah kasus muncul dan menjadi opini dimana-mana, Apakah pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama hanya akan sibuk membahasnya dalam talk show, diskusi, seminar, dan kegiatan formal lainnya dan lebih fokus pada upaya penyembuhan (kuratif) secara instan.

Padahal Kata Lina, aktifitas bullying bukanlah muncul secara tiba-tiba, Lanjutnya, melainkan ada proses panjang yang melatar belakanginya sehingga perlu penanganan yang komprehensif tentunya dengan pendekatan holistik. Terhadap kasus ini, coba pihak-pihak terkait lebih memilih untuk mengedepankan aspek preventif, yakni melalui media ‘pendidikan karakter’.

“Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang sempat menjadi isu utama dalam dunia pendidikan kita dan sudah ditekankan dalam kurikulum 2013. Namun harus diakui, implementasinya di lapangan masih cukup lemah,”jelas Lina.

Ia menilai internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya dimiliki oleh anak-anak bangsa masih bersifat parsial. Karena itu dengan kejadian ini, mau tidak mau pemerintah harus lebih serius lagi menata sistem pendidikan karakter di lingkungan pendidikan, agar kita dapat melakukan deteksi dini dan pencegahan terhadap kasus tersebut di kemudian hari.

Hal itu Tambahnya, Sesuai juga dengan tujuan pendidikan dimana pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003, menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

“Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama,”tutupnya. (RED).

Back To Top